Bawang dayak membantu penderita autis yang hiperaktif menjadi lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Pagi itu Chusnur Ismiati mengajak anaknya, Rahardika Teguh Hendrarto, memasak nasi goreng di dapur. Chusnur menyediakan semua bahan nasi goreng seperti nasi, bawang merah, bawang putih, dan cabai. Sementara Dika-sapaan putranya-menjadi kokinya. Ia menghaluskan bumbu, kemudian menggorengnya bersama nasi. Beberapa saat kemudian, nasi goreng buatan Dika tersaji di meja makan. Chusnur lalu mencicip sesendok makan. “Nasi goreng racikan Dika cukup enak,” ujarnya.
Bagi Chusnur, nasi goreng buatan Dika itu begitu istimewa. Maklum, Dika adalah seorang individu autistik-sebutan orang yang terkena autisme. Sebelumnya, jangankan memasak, ia hanya bisa mengganggu bila sang ibu sedang mempersiapkan makanan. Kini Dika sudah banyak berubah. Ia lebih tenang dan mudah diarahkan untuk melakukan sesuatu. Di kelas terapi, Dika tidak lagi membuka-buka tas temannya dan meminum minuman tamu yang datang ke rumah. Anak laki-laki berusia 13 tahun itu juga dapat menguasai seluruh materi pelajaran sekolah hanya dalam tempo sepekan, sebelumnya sebulan.
Menurut dokter spesialis kejiwaan di Rumahsakit Metropolitan Medical Centre Kuningan, Jakarta Selatan, dr Melly Budhiman SpKJ, perkembangan Dika seperti itu merupakan perubahan yang signifikan. “Jika sudah terlihat bakatnya, dorong terus dan kembangkan. Itu akan berdampak baik bagi perkembangan Dika,” katanya. Seorang individu autistik bukan berarti tak mampu berprestasi. Salah seorang pasien yang pernah Melly tangani bahkan menjadi sarjana. Melly menceritakan di Singapura ada restoran yang seluruh pekerjanya individu autistik.
Bawang dayak
Perubahan positif itu terlihat setelah Dika rutin mengonsumsi kapsul bawang dayak pada 2008. Dika mengonsumsi 2 kapsul bawang berlian itu 3 kali sehari yakni pada pagi sebelum makan, serta siang dan sore setelah makan. “Pada pagi Dika mengonsumsi kapsul sebelum makan karena bawang dayak berefek mengenyangkan,” kata Chusnur. Dengan begitu Dika tidak terdorong jajan di sekolah. Harap mafhum sistem pencernaan individu autistik biasanya sangat peka sehingga mudah terganggu, misal menjadi diare, bila mengonsumsi sembarang makanan.
Setelah 10 hari mengonsumsi bawang sabrang, perubahan positif mulai terlihat. “Dika menjadi lebih tenang dan mudah diarahkan,” kata alumnus Fakutas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, itu.
Dika diketahui mengalami gejala autis pada umur 2 tahun. Saat itu Chusnur mengajak Dika membeli sayuran ke pasar. Tanpa sebab jelas Dika berjalan menjauh dari sang ibu. Dika tidak hirau ketika Chusnur memanggil agar ia kembali. Dika terus berjalan menjauh.
Semula Chusnur menduga Dika mengalami gangguan pendengaran. Ia lalu membawa Dika ke dokter spesialis bagian telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) di salah satu rumahsakit di Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Hasil diagnosis dokter fungsi pendengaran Dika normal. Dokter menyarankan Chusnur menemui psikolog setelah mendengar cerita perilaku sehari-hari Dika.
Hasil diagnosis psikolog Dika menyandang autisme. “Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak, bukan suatu penyakit,” kata dr Melly. Lazimnya autisme muncul pada anak yang memiliki kelemahan genetis. Misalnya alergi tinggi terhadap suatu makanan dan ketidakmampuan tubuh mendetoksifikasi racun. Alergi itu dapat memperberat gejala autisme jika tidak segera ditangani. Kelemahan genetis muncul dari orangtua. Menjaga asupan makanan dan menghindari sumber polusi saat ibu hamil salah satu cara memperkecil risiko anak terkena autisme.
Kasus autisme di Indonesia dan dunia semakin meningkat setiap tahun. Pusat Kontrol dan Penanggulangan Penyaki (CDC) melaporkan dalam dokumen tertanggal 29 Maret 2012 bahwa satu dari setiap 88 anak di Amerika Serikat terdeteksi mengalami autism spectrum disorder (ASD). Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang terkena autis 4:1.
Sayang di Indonesia belum ada sensus individu autistik sehingga jumlah anak yang terkena autisme tidak diketahui secara pasti. Ketika seorang anak menunjukkan gejala autisme, sebaiknya segera periksa ke ahli psikologi. Semakin cepat terdiagnosis, semakin besar peluang anak itu kembali ke jalur perkembangan seharusnya. Gejala autisme biasanya muncul pada umur 3-4 bulan atau pada usia 1-2 tahun.
Antialergi
Pada 2008 Chusnur memperoleh informasi tentang khasiat bawang dayak dari sepupunya yang membaik pascaoperasi tumor kelenjar hipofisis. Chusnur berharap Eleutherina americana juga dapat membantu memperbaiki kondisi Dika. Upayanya membuahkan hasil positif. Kini ia bisa mencicipi nasi goreng buatan anak tercinta.
Bagaimana duduk perkara bawang dayak membantu memperbaiki kondisi individu autistik? Melly menduga bawang dayak mampu memperbaiki kondisi invidu autistik karena mengandung senyawa aktif yang berperan sebagai antialergi. Alergi pada individu autisme memperberat gejala autisme seperti hiperaktif dan tak bisa berkonsentrasi. Ketika alergi sudah teratasi, maka otak akan bekerja lebih baik sehingga anak menjadi lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Herbalis di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Lukas Tersono Adi, menduga zat aktif pada bawang dayak bekerja memperbaiki metabolisme pencernaan individu autistik dan bersifat sebagai antioksidan. Evi Mintowati Kuntorini dari Program Studi Biologi dan Maria Dewi Astuti dari Program Studi Kimia, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan menguji efek antioksidan umbi bawang dayak Eleutherina americana.
Hasil penelitian yang termuat dalam jurnal Sains dan Terapan Kimia itu menunjukkan nilai IC50 ekstrak etanol umbi bawang dayak sebesar 25,3339 µg/ml. Nilai IC50 menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, karena memiliki nilai IC50 kurang dari
200 µg/ml. Senyawa antioksidan berperan penting dalam mengurangi risiko berbagai penyakit.
Lukas menambahkan, kasih sayang dan perhatian orangtua turut mempercepat pemulihan anak autisme. Hingga kini Dika masih mengonsumsi kapsul bawang berlian dengan dosis lebih rendah yakni 3 kali sehari masing-masing 1 kapsul. “Saya berharap kondisi Dika terus membaik,” ucap Chusnur. (Riefza Vebriansyah)
Bagi Chusnur, nasi goreng buatan Dika itu begitu istimewa. Maklum, Dika adalah seorang individu autistik-sebutan orang yang terkena autisme. Sebelumnya, jangankan memasak, ia hanya bisa mengganggu bila sang ibu sedang mempersiapkan makanan. Kini Dika sudah banyak berubah. Ia lebih tenang dan mudah diarahkan untuk melakukan sesuatu. Di kelas terapi, Dika tidak lagi membuka-buka tas temannya dan meminum minuman tamu yang datang ke rumah. Anak laki-laki berusia 13 tahun itu juga dapat menguasai seluruh materi pelajaran sekolah hanya dalam tempo sepekan, sebelumnya sebulan.
Menurut dokter spesialis kejiwaan di Rumahsakit Metropolitan Medical Centre Kuningan, Jakarta Selatan, dr Melly Budhiman SpKJ, perkembangan Dika seperti itu merupakan perubahan yang signifikan. “Jika sudah terlihat bakatnya, dorong terus dan kembangkan. Itu akan berdampak baik bagi perkembangan Dika,” katanya. Seorang individu autistik bukan berarti tak mampu berprestasi. Salah seorang pasien yang pernah Melly tangani bahkan menjadi sarjana. Melly menceritakan di Singapura ada restoran yang seluruh pekerjanya individu autistik.
Bawang dayak
Perubahan positif itu terlihat setelah Dika rutin mengonsumsi kapsul bawang dayak pada 2008. Dika mengonsumsi 2 kapsul bawang berlian itu 3 kali sehari yakni pada pagi sebelum makan, serta siang dan sore setelah makan. “Pada pagi Dika mengonsumsi kapsul sebelum makan karena bawang dayak berefek mengenyangkan,” kata Chusnur. Dengan begitu Dika tidak terdorong jajan di sekolah. Harap mafhum sistem pencernaan individu autistik biasanya sangat peka sehingga mudah terganggu, misal menjadi diare, bila mengonsumsi sembarang makanan.
Setelah 10 hari mengonsumsi bawang sabrang, perubahan positif mulai terlihat. “Dika menjadi lebih tenang dan mudah diarahkan,” kata alumnus Fakutas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, itu.
Dika diketahui mengalami gejala autis pada umur 2 tahun. Saat itu Chusnur mengajak Dika membeli sayuran ke pasar. Tanpa sebab jelas Dika berjalan menjauh dari sang ibu. Dika tidak hirau ketika Chusnur memanggil agar ia kembali. Dika terus berjalan menjauh.
Semula Chusnur menduga Dika mengalami gangguan pendengaran. Ia lalu membawa Dika ke dokter spesialis bagian telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) di salah satu rumahsakit di Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Hasil diagnosis dokter fungsi pendengaran Dika normal. Dokter menyarankan Chusnur menemui psikolog setelah mendengar cerita perilaku sehari-hari Dika.
Hasil diagnosis psikolog Dika menyandang autisme. “Autisme adalah gangguan perkembangan pada anak, bukan suatu penyakit,” kata dr Melly. Lazimnya autisme muncul pada anak yang memiliki kelemahan genetis. Misalnya alergi tinggi terhadap suatu makanan dan ketidakmampuan tubuh mendetoksifikasi racun. Alergi itu dapat memperberat gejala autisme jika tidak segera ditangani. Kelemahan genetis muncul dari orangtua. Menjaga asupan makanan dan menghindari sumber polusi saat ibu hamil salah satu cara memperkecil risiko anak terkena autisme.
Kasus autisme di Indonesia dan dunia semakin meningkat setiap tahun. Pusat Kontrol dan Penanggulangan Penyaki (CDC) melaporkan dalam dokumen tertanggal 29 Maret 2012 bahwa satu dari setiap 88 anak di Amerika Serikat terdeteksi mengalami autism spectrum disorder (ASD). Perbandingan anak laki-laki dan perempuan yang terkena autis 4:1.
Sayang di Indonesia belum ada sensus individu autistik sehingga jumlah anak yang terkena autisme tidak diketahui secara pasti. Ketika seorang anak menunjukkan gejala autisme, sebaiknya segera periksa ke ahli psikologi. Semakin cepat terdiagnosis, semakin besar peluang anak itu kembali ke jalur perkembangan seharusnya. Gejala autisme biasanya muncul pada umur 3-4 bulan atau pada usia 1-2 tahun.
Antialergi
Pada 2008 Chusnur memperoleh informasi tentang khasiat bawang dayak dari sepupunya yang membaik pascaoperasi tumor kelenjar hipofisis. Chusnur berharap Eleutherina americana juga dapat membantu memperbaiki kondisi Dika. Upayanya membuahkan hasil positif. Kini ia bisa mencicipi nasi goreng buatan anak tercinta.
Bagaimana duduk perkara bawang dayak membantu memperbaiki kondisi individu autistik? Melly menduga bawang dayak mampu memperbaiki kondisi invidu autistik karena mengandung senyawa aktif yang berperan sebagai antialergi. Alergi pada individu autisme memperberat gejala autisme seperti hiperaktif dan tak bisa berkonsentrasi. Ketika alergi sudah teratasi, maka otak akan bekerja lebih baik sehingga anak menjadi lebih tenang dan mudah berkonsentrasi.
Herbalis di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Lukas Tersono Adi, menduga zat aktif pada bawang dayak bekerja memperbaiki metabolisme pencernaan individu autistik dan bersifat sebagai antioksidan. Evi Mintowati Kuntorini dari Program Studi Biologi dan Maria Dewi Astuti dari Program Studi Kimia, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan menguji efek antioksidan umbi bawang dayak Eleutherina americana.
Hasil penelitian yang termuat dalam jurnal Sains dan Terapan Kimia itu menunjukkan nilai IC50 ekstrak etanol umbi bawang dayak sebesar 25,3339 µg/ml. Nilai IC50 menunjukkan bahwa ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang kuat, karena memiliki nilai IC50 kurang dari
200 µg/ml. Senyawa antioksidan berperan penting dalam mengurangi risiko berbagai penyakit.
Lukas menambahkan, kasih sayang dan perhatian orangtua turut mempercepat pemulihan anak autisme. Hingga kini Dika masih mengonsumsi kapsul bawang berlian dengan dosis lebih rendah yakni 3 kali sehari masing-masing 1 kapsul. “Saya berharap kondisi Dika terus membaik,” ucap Chusnur. (Riefza Vebriansyah)
Keterangan Foto :
- Alergi Rahardika Teguh Hendrarto berkurang berkat konsumsi bawang dayak
- Bawang berlian diduga memiliki senyawa aktif yang berperan sebagai antialergi
- dr Melly Budhiman SpKJ, autisme adalah gangguan perkembangan pada anak dan bukan suatu penyakit
sumber : http://www.trubus-online.co.id/index.php/topik/6370-umbi-pereda-autisme.html
0 komentar:
Posting Komentar